*****

Catatan Lain:

Catatan Lain:
* * * * *

Jurnalistik Pembentuk Kepribadian yang Amanah

 
Berbicara jurnalistik, mungkin mayoritas khalayak lebih cenderung melirik bidang kewartawanan. Yah tidak bisa disalahkan karena memang tidak salah dan tidak penting untuk dipermasalahkan. Lain hal nya dengan para sahabat penggiat kejurnalistikan yang malah mendebatkan hal itu. Mungkin mereka merasa penting untuk memikirkannya terkait latar belakangnya yang menggeluti bidang kejurnalistikan, tapi tidak bagi mereka di luar sana.

Orang-orang sering kali memandang negative profesi wartawan, mungkin itulah yang sengaja ditanamkan oleh sebagian para penguasa, terutama yang merasa terancam oleh sahabat penggiat kejurnalistikan, melalui pengaruhnya. Wallahu'alam. Belum lagi beberapa penjahat dan orang-orang belum cukup ilmu yang mengatasnamakan profesi kewartawanan sebagai kedok, sehingga pandangan negatif itu menjadi stereotip yang melekat pada profesi penggiat jurnalistik.

Benar saja kata cerpenis Bambang Joko Susilo, sesungguhnya tidak ada yang hilang dalam kehidupan ini. Semua masuk dalam ruang lingkup kejurnalistikan, selalu tercatat dan mencatat. Semua terlihat dan melihat. Media komunikasi alam tidak akan pernah berhenti untuk merekam segalanya. Tidak ada gerak sekecil apapun tersembunyi di alam ini melainkan semuanya terekam dan tertulis. Bahkan ketidak sadaran adalah bagian dari catatan yang memiliki tempat tersendiri.

Siapa wartawan? Apa pekerjaannya? Salah seorang kawan memuntahkan kalimat bahwa wartawan itu menyebalkan, selalu ingin tahu masalah orang lain. Sahabat yang seorang aktor juga beranggapan, wartawan itu seperti penguntit, selalu mengintai objek yang akan diberitakannya. Lalu ada lagi yang berpartisipasi dalam opini menyatakan bahwa wartawan itu selalu pengen tau hal yang tidak ada kaitan dengan masalah dirinya. Bahkan salah seorang yang terhormat juga menandaskan pendapat bahwa wartawan itu menjengkelkan karena selalu ingin membeberkan permasalahan orang lain di media. Kemudian di antara komentar itu juga terselip tutur dari lingkungan dekat yang menyatakan wartawan itu kurang kerjaan karena selalu mempengaruhi orang dengan isu yang ia tulis. Di sela-sela kejenuhan opini, masih saja ada yang mendaratkan komentar bahwa wartawan itu membuat orang terancam. Dan lain sebagainya. Namun apakah kita tahu apa itu profesi wartawan? Apakah kita benar-benar tahu apa yang sesungguhnya dilakukan oleh para penggiat kejurnalistikan?

Ya, merekalah para penggiat jurnalistik…. Selalu menguntit objek berita, karena fungsinya sebagai mata publik. Merekalah yang selalu ingin tahu masalah orang-orang yang berpengaruh, semata-mata hanya untuk memberikan pengetahuan kepada khalayak tentang bagaimana orang yang memiliki pengaruh tersebut mengaplikasikan pengaruhnya di tengah masyarakat, apakah berdampak positif atau negative. Sehingga khalayak bisa mengawasi aktivitas terselubung dari orang-orang itu melalui mata mereka, para wartawan.

Merekalah para penggiat jurnalistik… Orang-orang yang selalu membeberkan permasalahan orang lain di media, namun masalah yang dibeberkan bukanlah masalah sembarangan. Masalah yang dibeberkan tentu saja telah dipertimbangkan kelayakannya terlebih dahulu. baik itu dari segi kebutuhan maupun dampak terhadap khalayak itu sendiri. Kemudian diselaraskan dengan situasi saat itu. Perlu kita ketahui, kegiatan jurnalistik seperti ini bukan semata-mata keinginan para wartawan, mereka hanya menjalankan kewajibannya sebagai bentuk profesi kejurnalistikan. Karena memang itulah salah satu tugasnya sebagai penyebar informasi yang actual dan factual melalui media cetak maupun elektronik.

Merekalah para penggiat jurnalistik… Orang-orang yang mempengaruhi khalayak dengan tulisan mereka. Pendapat itu adalah benar, tapi mungkin bukanlah dalam artian sebenarnya. Tugas wartawan sebagai penyebar informasi aktual hanyalah menyampaikan kenyataan yang layak dikonsumsi kepada publik. Khalayak yang mengkonsumsi produk jurnalistik tersebutlah yang membuat diri mereka membentuk gagasan dari realita yang ada. Jika fakta berbicara hal negative, maka mereka para wartawan akan menuliskan berdasarkan fakta, yaitu berita negative tersebut yang tentu saja melalui proses konfirmasi penyeimbang dari pihak yang diberitakan terlebih dahulu, dan begitupula sebaliknya.

Merekalah para penggiat jurnalistik… Orang-orang yang mengancam dunia, namun perasaan terancam itu hanya akan terjadi dalam dunia orang-orang yang berkuasa terhadap sesuatu dan ingin melakukan penyimpangan di dalamnya. Jika orang yang berkuasa itu adalah sosok yang baik, maka dia pastilah bisa membuat suatu pertimbangan yang baik pula atas tindakannya. Dia tidak akan punya alasan untuk merasa terancam dengan kehadiran para penggiat jurnalistik di sekitar, karena dia pastilah akan melakukan hal yang benar bagi khalayak atas pertimbangan tersebut.

Seno Gumira Ajidarma berseru dalam bukunya, “Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara.” (Bentang, 2006, cetak ulang). Bila jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran. Kebenaran yang diungkapkan dengan teknik penulisan cerpen yang disisipi fakta-fakta sebagai “kunci” yang dapat membuka mata pembaca terhadap ketertutupan berita jurnalisme Indonesia”. Kebenaran bukan hanya bisa diungkapkan dengan perjuangan. Perjuangan tidaklah harus selalu berbentuk perlawanan. Dan perlawanan juga tidak mesti berbentuk perjuangan. Namun apapun bentuk jurnalisme yang digunakan dalam mencari kebenaran, tetap saja para wartawanlah tokoh utamanya, merekalah orang-orang yang bergerak di jurnalistik. Merekalah bintangnya. Bintang yang nyaris redup di antara kacau balau kehampaan Bimasakti.

Merekalah para wartawan sejati… Manusia yang tetap percaya sepenuhnya kepada kekuatan profesi, meskipun banyak orang yang mengejek dan mencemooh.

Merekalah para wartawan sejati… Manusia yang percaya sepenuhnya kepada kekuatan pikiran dan jiwa. 

Mereka yakin setiap manusia lahir dibekali cahaya tertentu yang tidak akan sama dengan manusia lainnya.

Merekalah para wartawan sejati… Yang hanya bisa meraba dalam profesi akibat keterbatasan diri sebagai manusia. Karena berdasarkan pancasila yang pertama, mereka sadar pada hakekatnya Tuhanlah Sang Penggerak, Tuhanlah yang menuntun walau harus melewati lorong kegelapan untuk mencapai kebenaran. Karena itu sudah menjadi kewajiban untuk berserah diri padaNya. Itulah sebabnya mereka para penggiat jurnalistik tetap menempuh perjalanan itu meskipun penuh resiko, bahkan mengandung maut sekalipun.

Bukankah kita sering diperdengarkan dengan kutipan, “Ikatlah ilmu dengan tulisan”? Itulah yang coba dilakukan oleh para penggiat jurnalistik. Mereka mencari tahu segala sesuatu yang mungkin akan berdampak pada khalayak, lalu pengetahuan itu mereka ikat dalam tulisan dan kemudian dengan gencar membagi-bagikan pengetahuan yang baru saja mereka peroleh kepada khalayak masyarakat seluas-luasnya. Bahkan dari hadist riwayat Rabi’ dikatakan, “Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu itu dapat mendekatkan diri kepada Allah ’Azza wa Jalla. Dan, mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orang yang memilikinya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan merupakan keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat.”

Profesi Jurnalistik cenderung terkait dengan hal berita. Berita pada dasarnya sebagai pengetahuan baru yang terlampir apa adanya dalam format lisan dan tulisan. Karakteristik apa adanya lebih dikenal sederhana dengan kata sidiq, dan sifat menyampaikan diketahui sebagai amanah. Maka dari itu beruntunglah mereka yang menjejal diri di dunia jurnalistik. Dunia yang pada hakekatnya mengarahkan kepada kepribadian yang jujur dan amanah. Namun tetap saja itu tergantung kepada manusianya sendiri.

Jika dikaji lagi, para penggiat jurnalistik semestinya adalah orang-orang yang bekerja keras demi kemuliaan. Bahkan rela menggali informasi yang sebenarnya tidak mereka butuhkan hanya untuk khalayak. Jurnalistik adalah bentuk kegiatan amal bagi para sahabat penggiat kejurnalistikan. Profesi mereka sebagai sekretaris dunia.

Diilustrasikan sebagai malaikat berwujud manusia yang mendokumentasikan kejadian-kejadian semesta. Mungkin tidak sesempurna Rakib dan Atid yang mampu mencatat detail perbuatan seseorang, namun para penggiat jurnalistik selalu berusaha agar bisa mencatat segala peristiwa di sekitar. Mereka berusaha mencari informasi yang dirindukan mayoritas orang. Mereka mampu menggali kebenaran yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bahkan merekalah yang kelak akan mengukir sejarah dunia melalui aktifitas jurnalistiknya. Wartawan adalah bagian dari jurnalistik, sedangkan infoteiment “bukan”. Kegiatan jurnalistik adalah menyebarkan informasi yang manfaat dan pantas bagi khalayak, bukan mengobral aib yang tidak penting. Jadi intinya marilah kita tetap menjaga hati dari prasangka negative yang hanya akan menjerumuskan kepada kerugian. Keep Positive thinking!

Related Post



Post a Comment

Attention, please!

Sesungguhnya aktifitas tidak akan terganggu bila setiap satu jam sekali, berhenti setengah menit untuk beristighfar atau dzikir lainnya sebanyak 10x, bahkan lebih dari itu Insya Allah bisa.

Be My Partner