*****

Catatan Lain:

Catatan Lain:
* * * * *

Teori Ekonomi Politik Media



Seperti yang dikemukakan oleh para peneliti ilmu komunikasi seperti Dennis McQuail, terdapat lima jenis utama dari teori media kritis yang salah satunya adalah teori ekonomi-politik media (political economy media theory).

Dalam ekonomi politik komunikasi, sumber daya ini dapat berupa surat kabar, majalah, buku, kaset, film, internet dan sebagainya.[1]

Seperti teori Marxisme Klasik, teori ini menganggap bahwa kepemilikan media pada segelintir elit penguasa telah menyebabkan patologi atau penyakit sosial. Dalam pemikiran ini, kandungan media adalah komoditas yang dijual di pasar dan iformasi yang disebarluaskan dikendalikan oleh apa yang pasar akan tanggung. Sistem ini membawa implikasi mekanisme pasar yang tidak ambil resiko, suatu bentuk mekanisme pasar yang kejam karena membuat media tertentu mendominasi wacana publik dan lainnya terpinggirkan.

Teori ekonomi media merupakan sebuah pendekatan yang memusatkan perhatian lebih banyak pada struktur ekonomi daripada muatan atau ideologi media. Teori ini fokus ideologi medianya pada kekuatan ekonomi dan mengarahkan perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur pemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media. Menurut tinjauan ini, institusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem politik.[2]

Vincent Moscow mengatakan bahwa ekonomi politik dipandang sebagai studi mengenai hubungan sosial, khususnya hubungan kekuatan, yang biasanya berbentuk produksi, distribusi, dan konsumsi dari sumber. Hubungan ini timbul dalam hubungan timbal balik antara sumber daya alam proses produksi komunikasi seperti surat kabar, buku, video, film, dan khalayak adalah yang utama.[3]

Sedangkan kegunaan ekonomi politik dalam komunikasi adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan signifikansi dari benuk produksi, distribusi, dan pertukaran komoditas komunikasi serta peraturan yang mengatur struktur media tersebut, khususnya oleh negara. Gaya produksi media dan hubungan ekonomi kemudian menjadi dasar atau elemen penentu dalam pikiran kita.

Seperti yang kita ketahui, masyarakat memerlukan informasi dan juga hiburan dengan berbagai cara. Dan kebutuhan tersebut difasilitasi oleh media yang juga ingin menguatkan kedudukan ekonominya dalam sistem ekonomi masyarakat. Hubungan yang terjadi antara produsen dan konsumen ini menjadi hubungan timbal balik yang berkesinambungan, ketika media massa seperti televisi, surat kabar, dan bahkan internet tunduk pada kepentingan modal, maka kepentingan masyarakat bisa menjadi ambivalen.

Menurut Murdock dan Golding (McQuail: 1987), efek kekuatan ekonomi tidak secara langsung secara acak, tetapi terus-menerus: “Pertimbangan untung rugi diwujudkan secara sistematis dengan memntapkan kedudukan kelompok-kelompok yang sudah mapan dalam pasar media massa besar dan mematikan kelompok-kelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan untuk mampuu bergerak. Oleh karena itu, pendapat yang dapat diterima berasal dari kelompok yang cenderung tidak melancarkan kritik terhadap distribusi kekayaan dan kekuasaan yang berlangsung. Sebaliknya, mereka yang cenderung menantang kondisi semacam itu tidak dapat mempublikasikan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan mereka karena mereka tidak mampu menguasai sumber daya yang diperukan untuk menciptakan komunikasi efektif terhadap khalayak luas.[4]

Ada 3 konsep untuk aplikasi pendekatan ekonomi politik dalam industri komunikasi yang ditawarkan Moscow:

  1. Commodification (komodifikasi). Konsep ini mengacu pada pemanfaatan barang dan jasa yang dilihat dari kegunaannya kemudian ditransformasikan menjadi komoditi yang bernilai jual pasar. Bentuk komodifikasi dalam komuniikasi ada tiga macam: intrinsinc commodification (komodifikasi intrinsik), extrinsinc commodification (komodifikasi ekstrinsik), dan cybernatic commodification (komodifikasi sibernatik).
  2. Spatialization (spasialisasi) adalah proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalm kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasan usaha seperti proses intregasi: integrasi horizontal, vertikal, dan internasionalisasi.
  3. Structuration (strukturasi), yakni proses penggabungan human agency (agensi manusia) dengan proses perubahan sosial ke dalam analisis struktur. Karakteristik penting dari teori strukturisasi ialah kekuatan yang diberikan pada perubahan sosial, yang menggambarkan bagaimana struktur diproduksi dan direproduksi oleh agen manusia yang bertindak melalui medium struktur-struktur.


Daftar Pustaka:
  1. (Vincent Moscow. 1998. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal. University of Winconsin Press. Hal. 25. )
  2. (Dennis McQuail. 1987. Teori Komunikasi Massa, terj Agus Dharma dan Aminuddin Ram. Jakarta: Erlangga. Hal. 63.)
  3. (Vincent Moscow. 1998. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal. University of Winconsin Press. Hal. 25. ) 
  4. (Dennis McQuail. 1987. Teori Komunikasi Massa, terj Agus Dharma dan Aminuddin Ram. Jakarta: Erlangga. Hal. 65.)

Framing

Apa itu Framing?

Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi ralitas itu, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.[1]

Seperti yang dikutip Eriyanto dalam buku Arie S. Soesilo dan Philo C. Wasburn, Framing adalah sebuah cara bagaimana sebuah peristiwa disajikan oleh media, penyajian tersebut dilakukan dengan menekenkan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu, dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas/peristiwa. Di sini media menyeleksi, menghubungkan, dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.  Berikut ini adalah beberapa pengertian framing menurut para ahli:[2]

Robert N. Entman   
Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.

William A. Gamson   
Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki   
Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

Ada dua aspek dalam framing:
Pertama, memilih fakta/realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan? Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya.[3]

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dn sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar, dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas.[4]

Pemakaian kata kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.[5]



Daftar Pustaka:
[1] Eriyanto. 2009. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang. Hal. 66.
[2] Ibid. Hal. 60-68.
[3] Ibid. Hal. 69.
[4] Ibid. Hal. 70.
[5] Ibid.

Sejarah Perkembangan Retorika

Retorika adalah seni berkomunikasi, dan itu sudah ada sejak zaman nenek moyang terdahulu, namun mulai berkembang dan tampak sangat berpengaruh sejak zaman Yunani dan Roma yang sering melibatkan retorika dalam urusan kenegaraan. Selain itu para ahli pedang saat itu juga banyak yang pandai dalam berkata-kata sehingga terlihat hebat dan menawan. Peristiwa-peristiwa penting juga sering dan mudah didramatisir dengan pidato-pidato besar pada saat itu. Dan sampai zaman sekarang pun masih berlanjut karena kepandaian pidato dan kenegarawanan cenderung selalu berkaitan.

Uraian sistematis retorika pertama ditulis oleh Corax di Pulau Sicilia untuk memperjuangkan hak masyarakat yang sering digusur oleh para tiran kala itu. Corax menulis makalah retorika yang diberi nama Techne Logon (seni kata-kata). Makalah itu berrisi tentang “teknik kemungkinan”. Corax juga meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi pidato pada lima bagian, yaitu: pembukaan, uraian, argument, penjelasan tambahan, dan kesimpulan.

Kemudian pada 490-430 SM, Empedocles salah satu murid Pythagoras di Agrigentum, Pulau Sicilia yang seorang filosofhe, mistikus, politisi, dan juga seorang orator, menulis The Nature of Things.

Gorgian mendirikan sekolah retorika di Athena. Ia menekankan dimensi bahasa yang puitis dan teknik bicara impromtu. Sebagai orator, menurut Aristoteles, penduduk Aia mengajarkan prinsip-prinsip retorika, yang kelak dijual Gorgias kepada Athena. Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato yang terkenal sebagai Lima Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric). Yaitu invention (penemuan), disposition (penyusunan), elocution (gaya), memoria (memori), dan pronuntiatio (penyampaian).

Tiga cara utuk mempengaruhi manusia yang disebutkan oleh Aristoteles adalah:
  1. Sanggup menunjukkan pada khalayak bahwa anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat (ethos).
  2. Anda harus menyentuh hati khalayak; perasaan, emosi, harapan, kasih sayang, dan kebencian mereka (pathos). Para ahli retorika modern menyebutnya sebagai imbauan emosional atau emotional appeals.
  3. Meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti. Disini anda mendekati khalayak lewat logika atau otak (logos). Selain itu, ada 2 cara lagi yang efektif untuk mempengaruhi pendengar, yaitu entimen dan contoh. Entimen adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan. Aristoteles juga menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica.
Protagoras menyebut kelompoknya sophistai, “guru kebijaksanaan”. Mereka mengajarkan teknik-teknik memanipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk menyntuh hati pendengar. Dan Demosthenes mengembangkan gaya bicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan keras. Ia menggabungkan narasi dan argumentasi. Ia juga amat memperhatikan cara penyampaian (delivery). Demosthenes sempat menyerang Aeschines dalam pidatonya yang terkenal Perihal Mahkota.

Retorika Zaman Romawi
Buku Ad Herrenium,  ditulis dalam bahasa latin kira-kira 100 M, hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani. Kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi juga kaya dengan orator-orator ulung: Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Kemampuan Hortensius disempurnakan oleh Cicero. Ia percaya bahwa efek pidato akan baik, bila yang berpidato adalah orang baik juga. The good man speaks well.

Retorika Abad Pertengahan
Ada dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: talk it out (membicarakan sampai tuntas) dan shoot it out (menembak sampai habis). Namun ketika itu demokrasi mengalami kemunduran, retorika tersinigkir ke belakang panggung. Abad pertengahan terkenal sebagai abad kegelapan, dan ini berlangsung dari 400-1400 M. Hal itu disebabkan umat Kristen waktu itu melarang mempelajari retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala.

Satu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi penyampai firman Tuhan. Balaghah (kumpulan khotbah-khotbah) menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban Islam. Kaum Muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti retorika.

Retorika Modern
Pertemuan orang Eropa dengan Islam dalam Perang Salib menimbulkan Renaissance yang mengantarkan kita pada retorika modern. Adalah Roger Bacon (1214-1219) yang menjembatani renaisance dengan retorika. Abad kedua puluh, retorika mengambil mafaat dari ilmu-ilmu pengetahuan modern seperti psikologi dan sosiologi.

NB: Dirangkum dari Buku Retorika Modern, Jalaluddin Rakhmat : -

Apa Perbedaan Infiltrasi dengan Akulturasi?



Infiltrasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah:

in·fil·tra·si n penyusupan; perembesan; campur tangan: -- negara luar tidak dibenarkan oleh PBB; ber·in·fil·tra·si v melakukan penyusupan: mereka ~ ke daerah musuh; meng·in·fil·tra·si v berinfiltrasi; meng·in·fil·tra·si·kan v menyusupkan: partai berhaluan kiri ~ kadernya ke semua organisasi massa dan partai politik

Dari beberapa penjabaran KBBI di atas, infiltrasi dalam artian inti atau sederhananya adalah “penyusupan”.

Misal pemakaian kata infiltrasi dalam kasus religiusitas di Indonesia, yakni pada kebiasaan menggelar acara tahlilan saat seseorang/kerabat meninggal dunia. Hal itu adalah salah satu bentuk infiltrasi yang terjadi antara budaya hindu dan Islam.

Contoh lain adalah infiltrasi dalam hal budaya. Maksudnya adalah bentuk penyusupan budaya luar (asing) yang sengaja maupun tidak sengaja merasuk dan mempengaruhi diri para komunitas lain yang menjadi sasarannya atau tidak dikhususkan sebagai sasaran tetapi masuk dalam sistem budaya yang bersifat global tersebut.

Penyusupan budaya asing ini menggunakan media-media canggih dan mampu menembus pemahaman lemah manusia dalam mengenal hakekat hidup yang diajarkan agama, sehingga nilai-nilai agama dibuatnya hanya sekedar ritual belaka tanpa membekas dalam prinsip hidup. Mereka yang terjerumus dengan budaya-budaya asing nir-moralitas agama ini biasanya memang belum belum menubuhkan landasan kokoh akan prinsip hidup hakiki dalam dirinya. Bisikan syetan lebih kuat untuk menjermuskan mereka menikmati kehidupan dunia yang sudah diingatkan agama akan hal itu. Fenomena permisiveness atau pembiaraan khususnya oleh pemegang otoritas pengendali kehidupan bermasyarakat dan berbangsa membuatbentuk infiltrasi semakin mudah dan kuat menyeruak sendi-sendi kehidupan para generasi penerus bangsa ini.

Contoh kasus, yakni pada sebagian besar remaja kita yang terpesona serta terperangah dengan perilaku idolanya terutama di bidang hiburan, membuat "gelap mata" menirukan pola gaya hidup mereka. Ajaran agama dalam situasi seperti ini seringkali diabaikan oleh mereka, hanya sebatas simbol belaka, kita pun menyaksikan banyak remaja "putri" yang jika dilihat kasat mata seolah taat karena berpakaiannya dilengkapi dengan jilbab sebagai bentuk penunaian perintah agama, tetapi ternyata perilaku mereka tidak lebih dan tidak kurang masuk dalam perangkap infiltrasi budaya asing tersebut. Seperti yang terlihat di media-media massa saat ini, kita acap kali menyaksikan betapa para remaja putri histeris sejadi-jadinya melihat sang idola hingga berperilaku meniru dengan sepenuh hati gerakan-gerakan para idolanya. Kemanapun sang idola bergerak dan memberikan contoh periilaku serta merta sang penggemar berat para fans fanatik buta ini mengikutinya, bahkan mungkin saja jika sang idola pergi ke lubang biawak sekalipun para penggemar itu pun mengikutinya. Ngeri bukan? Naudzubillah mindzalik.

Nah, sedangkan akulturasi menurut KBBI adalah:

akulturasi /akul·tu·ra·si/ n 1 percampuran dua kebudayaan atau lebih yg saling bertemu dan saling mempengaruhi: candi-candi yg ada sekarang merupakan bukti adanya -- antara kebudayaan Indonesia dan kebudayaan India; 2 Antr proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dl suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu; 3 Ling proses atau hasil pertemuan kebudayaan atau bahasa di antara anggota dua masyarakat bahasa, ditandai oleh peminjaman atau bilingualism

Dari uraian KBBI di atas, maka inti dari definisi akulturasi adalah bertemunya suatu proses social dengan proses social lain yang menghasilkan proses social baru tanpa merusak proses social asli.

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Contoh akulturasi; Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga muncul rap versi bahasa Jawa, atau nge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Sekian.

9 Skill atau Keterampilan yang Harus Dimiliki Jurnalis Online

Apa keterampilan yang paling sering digunakan oleh para jurnalis online?


Menururt hasil polling / pemungutan suara dari 49 jurnalis online, peneliti Ryan Thornburg dan Ying Roselyn Du meminta para praktisi tersebut untuk mengurutkan peringkat atas tugas sehari-hari mereka dari 26 daftar yang memungkinkan.

Dan berikut adalah hasil 9 peringkat teratas:

1. Menulis atau Mengedit Naskah
2. Manajemen Proyek
3. Blogging
4. Merangkai Desain (penataan) / Pengambilan Gambar (Foto)
5. Menghasilkan (membuat/mengambil) Video
6. Mengorganisasi (menyusun) Staf / Administrasi
7. Menggabung atau Merangkai Cerita / Shortening
8. Pelaporan dan Menulis Cerita Orisinal / Asli
9. Foto / Editing Gambar

Penelitian ini dipublikasikan pada musim gugur 2011, edisi Journalism & Mass Communication Educator.


Diterjemahkan dari sumber asli dengan sedikit perbaikan.

Attention, please!

Sesungguhnya aktifitas tidak akan terganggu bila setiap satu jam sekali, berhenti setengah menit untuk beristighfar atau dzikir lainnya sebanyak 10x, bahkan lebih dari itu Insya Allah bisa.

Be My Partner